P2MIProjo.com – Keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI) korban tindak pidana perdaganan orang (TPPO) dan penyekapan di Myanmar mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Ciracas, Jakarta Timur, pada Rabu (10/5/2023).
Mereka mengajukan permohonan perlindungan lantaran khawatir dapat ancaman dari komplotan pelaku penyalur kerja yang mereka laporkan ke Bareskrim Polri pada Selasa (2/5/2023).
Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Boby Anwar Ma’arif mengatakan dalam pengajuan permohonan ini total ada empat keluarga dari pekerja Migran yang meminta perlindungan.
Karena berdasarkan pengalaman kami, banyak keluarga korban atau korban ketika sudah masuk ke proses peradilan, itu mereka mendapatkan ancaman-ancaman,” kata Boby, Rabu (10/5/2023).
Berita terkait:
Untuk sekarang para keluarga korban memang belum mendapatkan ancaman dari komplotan pelaku atau pihak lainnya yang terlibat, namun hal ini tetap perlu diantisipasi.
Mengingat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dialami para korban melibatkan banyak orang, mereka memiliki jaringan luas sehingga dapat mengintimidasi
Pada banyak kasus TPPO terhadap pekerja migran, pihak keluarga kerap mendapat ancaman agar mencabut laporan polisi, bahkan saat proses peradilan pun mereka diancam.
Berita terkait:
Bareskrim Polri Selidiki Dugaan TPPO 20 PMI Disekap di Myanmar
“Jaringannya banyak. Bukan hanya di masyarakat sipil aja, tapi juga ke aparat. Kata pak Mahfud MD itu melibatkan aparat, nah yang menggunakan aparat kita belum tahu. Saat ini belum,” ujarnya.
Selain jaminan keamanan, Boby menuturkan para keluarga korban mengajukan permohonan perlindungan untuk mendapat pendampingan psikologis dari tim psikolog LPSK.
Pasalnya banyak keluarga korban mengalami trauma akibat kejadian, sehingga butuh pendampingan psikologis untuk memulihkan trauma agar tidak berdampak panjang.
Berita terkait:
20 Pekerja Migran Indonesia Disekap di Perbatasan Thailand dan Myanmar
Para pekerja migran yang menjadi korban pun membutuhkan pendampingan psikologis ketika mereka sudah tiba di Indonesia, sehingga mereka mengajukan permohonan perlindungan.
Merujuk informasi diterima pihak keluarga para korban kini sudah berhasil diselamatkan dari Myanmar, namun masih berada di Thailand untuk proses pemulangan ke Indonesia.
“Saat ini pihak KBRI di Thailand, di Bangkok itu sedang memproses exit permit (ijin keluar) karena udah over stay, Dari bulan Oktober, November, jadi sudah lebih enam bulanan,” tuturnya.

Anggota keluarga korban berharap kerabat mereka nantinya mendapat jaminan keamanan, bantuan pengobatan medis atas luka diderita, dan pemulihan trauma ketika tiba di tanah air.
Keluarga korban, Yanti menuturkan berdasar informasi dari adiknya selama disekap di Myanmar banyak pekerja migran mendapat kekerasan fisik sehingga mengalami luka berat.
“Mereka mengalami kekerasan fisik juga, Ada yang di setrum, di cambuk, terus ada hukuman lari. Pokoknya semua hampir kena semua hukuman. Adik saya sih keadaannya baik-baik aja ya,” ujar Yanti.
Masih berdasar informasi diterima pihak keluarga, para pekerja migran korban penyekapan di Myanmar yang menolak bekerja diharuskan membayar denda sebanyak Rp200 juta per orang
Diketahui, saat ini pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dan diplomatnya tengah melakukan upaya pembebasan 30 WNI korban TPPO dan disekap di Myawaddy, Myanmar, daerah konflik bersenjata antara militer Myanmar Tat Ma Daw dengan pemberontak Karen.
Bahkan, iring-iringan kendaraan rombongan diplomat Republik Indonesia yang akan mengirimkan bantuan di Myanmar, ditembaki oleh kelompok bersenjata pada Minggu (7/5/2023)