P2MIProjo.com – Fenomena ‘kiamat’ tenaga kerja merambah ke negeri Sakura setelah Malaysia- Australia-AS dan Kanada. Perusahaan di negeri tersebut memikat pekerja dengan menaikan upah hingga bekerja paruh waktu guna mengatasi krisis ini.
“Secara keseluruhan kami menghadapi kekurangan tenaga kerja, Kami berjuang untuk memikat pekerja paruh waktu di toko-toko pada khususnya. Kami merespons dengan menaikkan upah tetapi ada batasnya,” kata seorang manajer grosir ditulis Reuters, Kamis (15/9/2022)
“Perusahaan-perusahaan Jepang biasanya menghindari kenaikan upah karena deflasi selama beberapa dekade, membuat sulit untuk membebankan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen. Ini sekarang mungkin berubah, karena pukulan ganda dari harga komoditas yang lebih tinggi dan yen yang lebih lemah menaikkan biaya hidup, dan menyoroti tekanan pada pekerja,” tulis media itu
Hal sama juga sudah diisyaratkan pemerintah. Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida pun meminta perusahaan untuk menaikkan upah.
Mengutip Nikkei Asia, Jepang memang telah memiliki banyak lowongan pekerjaan daripada pelamar sejak Juli. Ini seharusnya menjadikan negeri itu tempat pas untuk para pencari kerja.
Namun, populasi usia kerja menyusut drastis. Ini membebani prospek pemulihan dari perlambatan yang disebabkan oleh pandemi. Sektor yang paling kekurangan adalah hotel, restoran dan manufaktur.
Banyak pengamat menilai kekurangan tenaga kerja ini akan tumbuh lebih serius. Bahkan hingga tahun-tahun ke depan.
“Kekurangan tenaga kerja kronis di negara itu akan tumbuh lebih serius, mengingat pasar tenaga kerja sudah sangat ketat. Padahal kondisi perekonomian belum pulih seperti sebelum pandemi,” kata kepala ekonom di Credit Suisse Securities di Jepang, Hiromichi Shirakawa.
“Tidak dapat dihindari bagi bisnis untuk kini membangun model bisnis baru karena alasan kekurangan tenaga kerja,” kata konsultan Pusat Manajemen Strategis & Inovasi di Nomura Research Institute, Shinichiro Umeya.
Nomura Research Institute sendiri memperkirakan Jepang akan menghadapi kekurangan 10,47 juta pekerja pada tahun 2030.
Sebelumnya krisis yang sama sudah melanda Malaysia, Australia, Amerika Serikat (AS) hingga Kanada. Pandemi Covid-19 disebut-sebut menjadi salah satu penyebab kurangnya tenaga kerja di negara-negara.
Malaysia kekurangan pekerja migran. Data Juli, produsen mengatakan Malaysia kekurangan 1,2 juta pekerja, sebanyak 500.000 untuk konstruksi, 12.000 untuk kelapa sawit, 15.000 untuk chip, dan 12,000 untuk tenaga medis.
Australia juga melakukan berbagai cara agar mendapatkan pada pekerja kembali. Pekan lalu, pemerintah meningkatkan jumlah migrasi permanen menjadi 195.000 dari tahun keuangan ini, meningkat 35.000 orang.
AS sendiri menghadapi ‘kiamat’ tenaga kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meski perusahaan menawarkan bonus dan gaji yang tinggi, pekerjaan yang ditawarkan tak kunjung mendapatkan staff.
Kanada juga dilanda fenomena ‘pensiun dini’ beramai-ramai. Rekor jumlah warga Kanada berusia 55-64 tahun yang pensiun dalam 12 bulan terakhir meningkat.